Hujan



Hujan, sebuah kata yang menyimpan banyak makna bagi setiap orang. Mereka yang diam-diam memendam resah dibalik setiap rintik yang jatuh ketanah. Lalu, menjelma sebagai wujud yang mengalir sebagai kumpulan celah yang mengendap disela-sela hamparan gersang dan mengijaukanya. Ada makna tersirat disetiap proses perpindahan yang ia ciptakan. Mula-mula ia hadir dalam renungan untuk sekadar bertamu dan memulai percakapan yang demikian larut. Sejak  itu kisah ini dimulai, meskipun  terkadang kita tak tahu sejauh apa perjalanan yang akan ditempuh, yang pasti hujan menyimpan banyak arti bagi pecintanya. Sebagian orang menjadikan hujan sebagai pengibaratan dari proses perjalanan hidupnya, bahkan sebagai sarana karya, baik itu lewat tulisan (buku) maupun lagu. 
 Mengamati hal tadi, tentu arti hujan bukan sekadar tetesan air yang jatuh kebumi karena ada proses pengandapan dilangit, seperti apa yang diceritakan pada proses ilmiah yang diajarkan sewaktu sekolah atau semacam pemikiran bocah belia yang mengartikannya sebagai permainan yang menyenangkan dan akan lebih asik dilewati bersama teman-teman. sungguh menyenangkan saat itu, saat saya belum mempunyai presepsi lain tentang hujan, saat saya hanya menganggap hujan adalah kesenangan, saat semuanya berlalu demikian riang dan menanti kehadirannya. Namun, kini hujan telah menjelma sebagai simbol yang memiliki arti bagi orang-orang yang terkesan padanya. Sampai akhirnya saya menemukan makna hujan dari sebagian orang.
 Ia bercerita, hujan adalah sebuah kenangan yang menitipkan sesosok wajah sedang duduk manis dibalik punggung, ia menemani perjalanan malam itu, sambil melontarkan cerita-cerita yang kemudian kami tertawakan bersama tanpa menghiraukan rintik yang ada, kini ia telah tinggal bersama waktu yang berhenti saat itu dan tak lagi berjalan ke arah yang sama. Ada pula yang menganggap hujan sebagai saksi kisah hidupnya. Menjadi sinopsis yang mendampingi hari-harinya yang semula penuh suka cita dan telah menjelma sebagai sebuah kepedihan yang berkelanjutan. Entahlah, berapa makna hujan bagi mereka.
Ada pula yang mengibaratkan hujan sebagai cinta dan memndam arti yang berarti bagi pemegang presepsi, ia menerka hujan adalah sebagai kiasan dari apa yang ia rasakan, kemudian dituangkan lewat wujud yang ia sertakan pada sebaris kata bahkan lebih dari apa adanya, lalu mengubah sesuatu yang tersirat menjadi hal yang sulit untuk dideskripsikan. Ia menjadikan hujan tak hanya sebagai rintik hari ini, melainkan sebagai alunan yang berdendang senada dengan irama yang bisa ia rasakan ritmenya setiap kali ia menatap sebuah mata yang ia lontarkan dalam harap. 
   Hujan, kumpulan air yang turun bersamaan, telah bertransformasi menjadi sebuah pengorbanan, bahkan menjadi tujuan seseorang. Banyak yang menitipkan pesan pada jalan-jalan yang dilewati, pada genangan, pada kenangan yang terukir disetiap pembaharuan, bahkan pada situasi yang sulit untuk dilupakan. Menafsirkannya sebagai kerinduan yang  tercurah, bahkan mengalahkan imajinasi yang kau pun tahu ia tak akan pernah hadir dihidupmu. Rindu yang semula merasuk pada relung yang tak pernah direncanakan dan membuat seseorang disudutkan dalam situasi yang hanya bisa dilewati.  
  Hujan mengingatkan saya lebih dari segelas susu hangat rasa strawberry dan ditemani oleh ia yang telah redup bersama malam, mengantarkan saya pada pagi yang masih  terasa larut dalam jangka waktu yang sangat lama. Sayang, terkadang apa yang dibaratkan dalam sebuah harapan, berubah menjadi sesuatu yang hanya sekadar khiasan yang hanya bisa diamati, dicemaskan, namun tak bisa dimiliki. Saya fikir hujan itu sesa(a)t, ia hadir seketika, lalu pergi meninggalkan hamparan yang sudah terlanjur hidup didalamnya. Semoga hujan bisa pergi membawa arti yang sudah sepantasnya tak ia tinggalkan bersama luka.

Bagiku---
Hujan ialah rindu yang tersemat dalam kisah, sebagai perantara antara aku “dan” kamu yang kini berganti menjadi “atau”. Sementara, Kamu adalah pesan klasik yang dititipkan alam pada bumi lewat rintik yang usai. Ku fikir hujan kali ini akan menjadi peneduh, nyatanya hujan menjelma sebagai perantara berujung pada muara yang berubah menjadi arus. Sekian dan berlalu – Kay.


                                                                                                      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Indonesia Angkatan 70'an

Makalah Penelitian Keterbacaan

Duta Universitas Negeri Jakarta