Novel Satin Merah


         Signifikan Dalam Lautan Merah

Oleh Riska Yuvista




Judul Buku          : Satin Merah
Tebal Buku          : 312 Halaman
Penulis                 : Brahmanto Anindito dan Rie Yanti
Penerbit              : Gagas Media
Tahun Terbit      : 2010
                Panggil saja Nadya, ia merupakan siswa yang berprestasi  di SMA Priangan Bandung dan hendak mengikuti pemilihan Siswa teladan Se-Bandung Raya yang harus mengikuti beberapa tahap penyeleksian, dengan optimis Nadya yakin bahwa ia akan lolos pada tahap pertama hingga akhiranya ia lolos 25 besar siswa teladan, kedua puluh siswa yang berhasil lolos tahap ketiga harus mengikuti penyeleksian berikutnya yaitu dengan membuat makalah setebal 30-50 halaman dalam waktu tiga bulan dengan tema yang ditentukan masing-masing peserta. Mereka berlomba untuk membuat makalah yang terbaik, namun Nadya belum juga menemukan tema yang tepat untuk ia jadikan penelitiannya, ia berusaha habis-habisan untuk mendapatkan pengakuan dari kedua orang tuanya bahwa dirinya signifikan dan lebih unggul dibandingkan dengan adiknya Alfi. Nadya ingin membuktikan bahwa ada prestasi yang bisa ia buktikan dan tak hanya sekedar menjadi pelanggan juara kelas, itulah alasan Nadya begitu serius dalam mencari tema penelitiannya.
                Selama pejalanan pulang dari sekolah, Nadya manaiki sebuah angkot dan mendengar segelintir percakapan berbahasa Sunda, walaupun ia sudah belajar bahasa Sunda sejak SD tetapi Nadya masih merasa haran kerap kali mendengan perbincangan menggunakan bahasa sunda ditempat umum, lantaran kini masyarakat sudah menggunakan bahasa pengantar yaitu Bahasa Indonesia. Melihat peristiwa tersebut muncul beberapa pertanyaan dalam diri Nadya, ia pun mengangkat tema “Bahasa Sunda” setibanya di rumah, Nadya langsung mencari berbagai informasi mengenai objek makalahnya dari berbagai sumber, ia mencoba menceritakan tentang idenya mengenai tema yang ia ambil kepada teman-temannya, tidak sedikit dari mereka yang meragukan bahasan yang akan diangkat oleh Nadya, sebab di zaman sekarang penggunaan bahasa Sunda sudah menjadi minoritas dan mereka meremehkan Nadya, namun Nadya tetap yakin akan hal yang telah ia tentukan dan melakukan pembelaan-pembelaan didepan teman-temannya hingga Nadya mendapat berbagai perselisihan dengan mereka sampai akhirnya ia dijauhi oleh teman-temannya, ketidakpercayaan mereka justru membuat Nadya semakin yakin dan ingin menunjukan bahwa tema yang ia ambil akan menghantarkannya pada keberhasilan, tak perduli seberapa banyak orang yang akan menentangnya, rasa penasarannya membuat Nadya merasa tak cukup jika ia hanya terpaku pada infomasi yang ia akses, Nadya pun berusaha mencari informasi melalui narasumber yang bersangkutan dengan Sastra Sunda.
                Pencarian pertama dimulai, ia mendatangi Pak Guntur yang merupaan guru Sastra Sunda SMP-nya dulu namun ia tidak mendapatkan informasi yang ia harapkan sebab Pak Guntur kurang mengikuti perkembangan bahasa Sunda dan Nadya disarankan untuk mencari narasumber lain, selanjutnya Nadya mengunjungi PSS (Pusat Studi Sunda) tempat tersebut tidak seperti apa yang dibayangkan olehnya, PSS hanyalah sebuah bangunan berbentuk rumah dan terdapat  secarik kertas yang bertuliskan nama tempat tersebut yaitu PSS, sambil menelusuri buku-buku yang ada di rak terlintas dalam fikiran Nadya untuk berdiskusi dengan tokoh sastra Sunda, Nadya menyanyakan perihal tersebut kepada pustakawan, ia disarankan untuk menemui Yahya, ia langsung mencari tahu tentangnya dan mendatangi rumah Yahya, di sana Nadya mendapat banyak pengetahuan mengenai sastra Sunda walaupun dengan pemaparan Yahya yang kurang bisa membungkus kritikannya dengan rapi ,tapi tidak membuat Nadya menyerah ia berkali-kali datang kerumah yahya untuk terus belajar sampai pada akhirnya ia bisa menulis karya seperti Yahya hingga akhirnya Nadya pulang dengan keadaan baju penuh lumpur dan tidak kembali kerumah Yahya.
                Keinginan Nadya untuk menjadi signifikan telah menanamkan ambisi tersendiri baginya, Nadya semakin terfokus pada objek yang akan ia jadikan makalah, selanjutnya Nadya menemui tokoh lain yaitu Didi Sumpena Pamungkas seorang redaktur desk-kriminal dan ia telah menerbitkan dua novel berbahasa Sunda yang menghantarkan dirinya pada kemakmuran, di sana ia disambut dengan baik, Nadya merasa nyaman dan semakin bersemangat untuk belajar sastra Sunda dengan Didi, ia mendapat banyak ilmu darinya, tak lama kemudian beredar kabar tewasnya Didi Sp serta beberapa sastrwawan sunda lainnya yaitu Yahya, Nining dan Hilmi, beberapa akhir ini ditemuinya tulisan-tulisan yang sama persis seperti Didi yaitu sebuah cerpen bernuansakan kriminal yang sadis pada sebuah akun bernama Lotus, ada seorang yang hendak menyelidiki perihal tersebut dan ia yakin bahwa penulisanya bukanlah Didi orang tersebut bernama Lina.Lina cukup akrab dengan Nadya, mereka sering berbincang kerap kali bertemu, nampaknya Lina mulai curiga kepada bocah berusia 17 tahun ini dan mengaukan sejumblah pertanyaan, akan tetapi Nadya mengaku bahwa ia tidak mengenal sastrawan-sastrawan tersebut. ia berusaha mencari tahu tentang Nadya dengan menanyakan tentang Nadya kepada ayahnya, namun tidak juga mendapatkan hasil yang ia inginkan, justru mengurangi kecurigaannya. Nadya menggarap makalahnya dengan Paradigma Interpretif dengan judul Cara Bodoh Menulis Sastra Sunda Cerdas, tetapi dewan juri kesulitan untuk menilai sebab subjek subjek penelitian sudah meninggal dan menimbulkan kecurigaan: kenapa semua partisipan di penelitian  ini mendadak tewas, Nadya pun memutuskan batal ikut dalam Pemilihan Siswa Teladan dan Nadya bertekad untuk terus mempelajari sastra Sunda. Ia tak lagi mementingkan prestasinya di sekolah, bahkan ia tidak mengetahui tentang kondisi ibunya yang sedang sakit, karena Ambisinya itu.
                Beberapa waktu kemudian, Lina menyempatkan diri untuk membaca-baca resensi para blogger tentang Tetes Hujan  yang rata-rata berisi pujian hingga tiba saatnya peluncuran Novelet syahdu berjudul Tetes Hujan yang dipenuhi oleh 30-an pengunjung ditambah lagi dengan guyuran hujan deras dan gelegar petir di luar. Ketika para pengunjung sedang bertepuktangan untuk mengapresiasikan karya Nadya, tiba-tiba terucap lirih kata Lotus yang menunjuk pada Nadya berasal dari mulut Lina membuat senyuman Nadya perlahan pupus. Seketika Nadya mengajak para hadirin mengalami hujan secara langsung dan hujan-hujanan serta menari-nari ditengah guyuran hujan. Seperti telah memprediksi hal yang akan terjadi, Nadya tersambar petir dan tewas. Kurang lebih satu bulan setelah peristiwa naas itu, Lina melihat blog ProSunda.blogspot.com terbaharu tentang Satin Merah yang ditulis oleh orang yang mengaku sebagai Lina I yang berisikan pengakuan tentang identitas dirinya yang hanya ingin menjadi lotus yang selalu bisa tampil indah tak peduli seberapa buruk keadaan air disekitarnya, ya ternyata ia adalah Penulis buku Cara Bodoh Menulis Sastra Sunda Cerdas yaitu Nadya  dan ialah dibalik semua pembunuhan sastrawan-sastrawan yang tewas secara tiba-tiba, ia berusaha mempelajari seluruh ilmu yang dimiiki sastrawan tadi dan Satin Merah berarti Sastra Tinta Merah .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Indonesia Angkatan 70'an

Makalah Penelitian Keterbacaan

Duta Universitas Negeri Jakarta