FENOMENA TELOLET DIKALANGAN MASYARAKAT


Indonesia saat ini sedang marak dengan bebarapa fenomena-fenomena yang bisa dikatakan unik dan menarik, mulai dari Mannequine Challange, Bus Challange  hingga beberapa hari ini bermunculan fenomena telolet yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan.
Tak sedikit masyarakat yang turut mempublikasikan hal tersebut melalui akun-akun sosial media mereka salah satunya di instagram dengan hastag #telolet atau  mempublikasikan foto mereka dengan caption om telolet om.
Awal mula femona ini bersumber dari keisengan anak-anak di Jawa Timur merekam suara bus yang bunyinya “telolet” kemudian dijadikan sebagai bahan pembicaan, bahkan ada yang menjadikannya sebagai ringtone. Hal ini semakin marak ketika mulai bermunculan aksi dari sejumlah orang yang tak mau ketinggalan zaman dengan fenomena telolet ini, mereka rela berdiri dijalan hanya untuk merekan suara bus. Hingga akhirnya, fenomena ini semakin pesat tersebar didukung dengan meme, video dan gambar-gambar yang memanjakan mata netizen.
Bahkan, fenomena ini telah tersebar sampai ke manca negara yang turut mempertanyakan “telolet”. 

Apakah fenomena selanjutnya di Indonesia? Akan kah fenomena ini akan berlangsung lama atau sebaliknya? Lantaskah hal ini hanya sekadar dimensi lain absudifitas kehidupan yang tercipta tanpa adanya alasan dan tujuan. Seperti yang dikemukakan oleh Satre, “Dunia dan benda-benda yang membentuknya adalah benda-benda yang ada tanpa alasan maupun tujuan,”.  
Dapat dikatakan bahwa fenomena ini  memungkinkan setiap realitas manusia merupakan hasrat pada proyek untuk melenyapkan “berada pada dirinya,”. Selain itu, masyarakat modern saat ini tengah berhadapan dengan  meningkatnya kompleksitas lingkungannya melalui proses diferensiasi, segmentasi, stratifikasi masyarakat serta hubungan masyarakat (Luhman). Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab pesatnya informasi saat ini. Secara rinci, karakteristik sebuah sistem dapat dilihat sebagai seuah realitas yang terdiri atas beberapa komponen, saling berhubungan satu sama lain dalam  pola saling terkegantungan, serta keseluruhannya lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya dimana yang terpenting bukanlah kualitas komponen, melainkan kualitas komponen secara keseluruhan.
Itulah sebabnya yang membuat masyarakat cenderung agresif dan rela mengikuti perkembangan zaman tanpa perlu memahami arti dari tindakan yang dilakukan demi mengejar sebuah eksistensi.

(Riska Yuvista)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Indonesia Angkatan 70'an

Makalah Penelitian Keterbacaan

Duta Universitas Negeri Jakarta