Sebuah Titik Balik
Kali ini tak ada hariku dengan yang lain, di hembus embun memancar tetes di
sela-sela daun yang tak jatuh ke tanah. Kau di sampingku, kita bercerita
tentang kicauan burung, deburan ombak dan lambaian pinus yang bergerak magis
menggatikan perbincangan manis dalam senyummu. Melihatmu tertawa sejenak menyuarakan pilu
yang hilang seketika, tatapan mata memuai memenuhi seisi kepala dan ingin
kembali mengantarku kembali duduk disampingmu. Berdua saja, hanya kita bertutur
disetiap bisik-bisik nyata dunia. Mereka membawa kita dalam sansekerta yang
hanya kita yang tau, melagukan kebersamaan yang diharap untuk selamanya.
Bawa
aku ke sana, menjemput semesta yang tertinggal dijiwamu. Aku tak ingin lupa
pulang, karena dia yang hilang hanya ia yang tak ingin kembali, tapi tidak
denganku. Pertama, aku jatuh cinta pada mata, menghempas segala ragu yang
tumbuh dan mati kemarin dulu. Lalu kau hadir dengan jutaan cerita, mengajakku
melawan batas dunia bersama. Kita meyakinkan diri dan melawan takut diantara
nirwama yang berlomba dengan pelangi.
Aku
ingin kembali padamu, dan tinggal lebih lama sambil menikmati hembusan angin di
kota paling dalam dan jauh dari kata yang tak lagi sederhana. Pernahkah kau
melihat pelangi dan teringat tentang hujan yang turun sebelumnya? Atau merasa
bahwa petang menjelma menjadi terik sambil menuntun angin berhembus nafas. Lalu ruang dan waktu menjawab semua
dengan hadirmu. Membawa garis lurus untuk lebih dari sekadar tawa bersama dan
bercerita tentang kamu yang hadir sebagai makna. Dalam bayangan imaji, pada
jiwa-jiwa yang disebut jiwa dan pada nama yang bertuan rumah aku sebut kau
pulang. Membuka mata, mengolah rasa dan mengeja makna-makna untuk menyelam
lebih jauh pada nadirmu yang kutemukan tak sekadar mencapai titik. Tapi, juga
untuk merangkap diantara bilik-bilik yang mengenang datang untuk lelap. Menyerupai
garis bahagia yang disematkan pencipta lewat genggamanmu.
Kemudian,
akupun menjemput tenang dan hening malam lewat jejak ombak yang mepi di lautan.
Kita pun berlari menembus suara, menaklukan elegi dalam arah. Menuntun kolong
bumi yang semakin kedap diagnosa. Biarlah kamu tetap dalam rencananya, bebas
lepas dan bernaunglah dimana suka. Lagipula sudah pernah ku bilang, jangan
terlalu banyak rencana, telusuri satu satu, sayang. Kini, sudah hilang dukaku,
merenggut rajam dari kaki batu. Segala rindu mulai berbaris satu per-satu melebihi
nyanyian yang kosong. Yang hanya bisa dihapus tanpa tergesa, tapi bukankah kita
mencintai luka? Memeliharanya dan membiaran segala yang menyakiti tetap abadi. Lucunya
begitu.
Entahlah,
kita yang terlalu miskin keyakinan atau pikiran yang semakin kosong dalam angan
yang mati menyempurnakan ketidakberanian. Tak kita sadari, senyuman itu
bersembunyi, hingga esok, mungkin lusa, atau sampai hari nanti dan segala
kemungkinan lain untuk memberi tanda pada sesuatu yang sia-sia. Namun, aku kan
tetap pada pendirianku untuk tetap diam-diam menjagamu dengan baik dalam
ingatan, lalu kupasrahkan kau dalam doaku hari ini.
Suatu
ketika, dalam sebuah sabda kita pun memilih dunia sebagai surga. Ku sentuh
pilar-pilar itu dan disusunnya menjadi anak tangga yang bergoyang di pinggir
jalan. Seketika aku terlontar bersama dentuman yang memenuhi seisi kepala. Reranting
patah dan jatuh, kemudian pohon menjulang dan tumbuh, ya seperti itulah
siklusnya. Yang sepakat bisa jadi tersesat, yang terarah bisa jadi hilang arah,
yang rindang bisa jadi tumbang
Aku
hanya ingin kamu tahu bahwa “aku ingin mencintaimu tanpa tapi” tanpa alasan-alasan
yang mampu menenggelamkan rasa yang terkubur dan hilang. Aku hanya ingin
memastikan kau tetap hidup diantara rerumputan yang berebut menuju perdu, aku
ingi sewaktu aku menapak kembali langkahmu mampu menuntunmu kembali. Kita tak
perlu saling mengisi, cukuplah berdampingan da, kita masih saja mengartikan apa
saja yang tak pernah berjalan satu arah. Tidak, tidak! Bukan arah yang menuntun
kita, tapi kita yang menentukan arah.
Tak
perlulah kau menghitung waktu, sebab kebahagian dan kesedihan datangnya tak pernah tepat waktu.
Berlanjut...
Berlanjut...
Komentar
Posting Komentar