ALUN-ALUN BAHASA
Matanya
menaklukan pekat dalam diam yang menggantukan seribu suara dalam hening.
Senyumnya
membawa arus ketepian sampai aku lupa bahwa ini ruang baru kedap bahasa. Namun tubuhnya
menjabarkan banyak kata-kata, membuat kita bercerita lebih jauh dari selembar
kertas putih yang sedang asik ditulis oleh pemiliknya.
Ada
banyak hal yang bisa kita sampaikan, mungkin tentang pasir di pantai yang
selalu basah pada ombak yang datang dan hilang atau mungkin tentang gunung dan
tanjakannya tidak pernah sama.
Berkali-kali
kita coba berdiskusi pada rintik, tapi hujan selalu datang dan meninggalkan
pelangi setelahnya. Bukankah memang sebaiknya begitu? Sehingga kita tidak usah
terlalu lama larut pada cuaca yang tidak begitu baik untuk dilalui, lebih-lebih
tenggelam diantara genangan air sisa-sisa hujan yang pergi begitu saja.
Kita
hanyut dalam kebisingan hening untuk menyuarakan seribu makna-makna yang sempat
dituturkan. Kita menunggu senja datang tapi kita lengah dalam gerimis, lantas
bagaimana bisa kita temukan fajar baru di antara sisa-sisa hujan yang mulai mengering.
Hingga
kita sadar bahwa mengolok-olok selembar kertas hanya membuat kita buta pada
makna aksara dan diam pun tidak menjawab apa-apa.
--Kay-
@Galeriaksara
Komentar
Posting Komentar